MUDIK ??

Sabtu, 09 Juli 2016



Ketika Idul Fitri banyak orang rindu untuk segera mudik. Rindu dengan keluarga, rindu suasana kampung halaman yang ngangenin. Nah, saya juga ikutan rindu, kepingin bisa merasakan mudik lebaran, karena semua keluarga dan saudara tinggal di Klaten. Sejak kecil ketika lebaran saya selalu penasaran bagaimana rasanya mudik lebaran. Saya berpikir seperti itu karena seumur-umur saya belum pernah mudik lebaran. Info mudik selalu menjadi tontonan favorit di televisi (beneran). Lebaran kali ini saya kudet dengan info mudik di televisi, hanya beberapa hari yang lalu lewat internet yang saya baca berita duka datang dari saudara-saudara kita di Brebes. Semoga amal ibadahnya diterima disisiNYA dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan. Aamiin. Mudik lebaran yang untuk sebagian saudara kita bukan waktunya untuk berkumpul bersama keluarga tapi untuk berpisah. Menjadi pengingat bagi kita bahwa mudik ke kampung akhirat lah mudik yang sebenarnya. Perjalanan dengan sebaik-baik bekal yang harus selalu kita persiapkan. Berharap dengan peristiwa ini menjadi bahan evaluasi Pemerintah untuk mengatasi kemacetan tidak hanya ketika musim lebaran atau libur panjang.

Saya memang tidak pernah merasakan mudik lebaran. Tidak tahu bagaimana sulitnya mendapatkan tiket, tidak tahu bagaimana berdesak-desakan di perjalanan. Hanya mudik mingguannya anak kost dengan jarak yang dekat tapi sudah menumbuhkan rindu mendalam dengan keluarga. Halahhh..tapi berbicara kemacetan di perjalanan saya sudah sering mengalaminya. 2 tahun terakhir perkuliahan memutuskan menjadi anak penglaju. Bus dan kereta adalah sahabat saya yang menghubungkan Klaten-Solo. aahhh jadi baper. Bengawan atau  Prameks jadwal terpagi selalu menjadi incaran. Ontime, mengurangi kemacetan, bisa istirahat di kereta, bisa memprediksi waktu. Itu kelebihannya selain alasan utamanya juga karena kagak berani naik motor jauh-jauh. Berbeda dengan bus yang terkadang bikin galau, dag dig dug rasanya menunggu. Teringat ketika itu ingin menemui dosen pembimbing skripsi. Dari rumah memutuskan untuk naik kereta tapi jadwal kereta masih lama. Kemudian naik bus dan macet luar biasa di jalan. Saya beranikan telepon, memohon agar bersedia menunggu. Alhamdulillah, “iya mbak gak apa-apa, saya tunggu” lega raanya. Hihiiii mengenang perjalanan dengan bus itu penuh heroik. Halah. Tidak bisa diprediksi, cepat atau lama menunggu. (pernah hampir 4 jam nunggu bus). Jika sudah naik bus perjuangan tidak lantas berhenti, jalanan yang terkadang macet adalah teman yang siap menghadang. Berbeda ketika naik motor bisa nyempil-nyempil ya. Kalau di rumah tidak ditunggu saya bisa rileks di bus. Tapi terkadang ibu saya telpon, “nduk wes tekan ngendi, iki anak-anak wes do teko arep les”. Haaaaaaa makin sedih rasanya jika membiarkan mereka harus menunggu saya lama, apa iya ?, walau jadwal les masih nanti. Berasa ingin loncat dan terbang langsung sampai rumah.

Dan cara yang paling jitu mengatasi kegalauan kemacetan jalanan adalah berdzikir. mengamati gerak-gerik orang yang lalu lalang di luar bus yang membuatmu untuk lebih bersyukur dengan kerasnya kehidupan yang harus mereka jalani, menjadi tempat berbagi cerita bagi orang yang duduk disebelah kita.

Kembali ke rindu mudik tadi yaaaa. saya belum pernah mengalami mudik tapi saya bisa merasakan kebahagiaan dan kegembiraan yang telah tergambar jelas di pikiran, bisa membuat kita sabar menghadapi cobaan dalam menjalankan proses. Kebahagiaan bertemu orang tua, keluarga, kebahagiaan bisa kembali ke rumah yang penuh kenangan, kebahagiaan bisa kembali menginjak tanah penuh harapan, kebahagiaan untuk sejenak merilekskan pikiran dari pekerjaan, siap bersabar menjalani perjalanan panjang yang melelahkan, siap bersabar menjalani kemacetan yang memusingkan.


Barakallah yang akan beranjak mudik kembali ke tanah rantauan, selamat sampai tujuan.

0 komentar: